Home » » Pemilihan Guburnur Langsung Atau Oleh DPRD Punya Kelebihan Dan Kekurangan.

Pemilihan Guburnur Langsung Atau Oleh DPRD Punya Kelebihan Dan Kekurangan.

Written By AKTUAL NEWS ONLINE on Wednesday, March 13, 2013 | 4:01 PM

Pemilihan Guburnur Langsung Atau Oleh DPRD Punya Kelebihan Dan Kekurangan.


Mekanisme pemilihan gubernur baik secara langsung maupun tidak langsung melalui DPRD, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Di satu sisi pemilihan gubernur  oleh DPRD   akan memperkuat posisi gubernur sebagai kepanjangan pemerintah pusat di daerah.
Dengan  demikian gubernur, tidak lagi hanya sebatas koordinasi  dengan bupati/wali kota, tetapi  bisa menindak tegas kebijakan bupati/wali kota yang bertentangan dengan pemerintah pusat.
” Selama inikan wewenang gubernur sangat kurang hingga,  bupati/wali kota menjadi raja kecil dan sepenuhnyai dalam mengambil kebijakan. Gubernur tidak berdaya menindaknya sebab mereka berlindung di balik aturan otonomi daerah.

Dilihat dari sisi Finansial.
Ditinjau dari sudut pembiayaan, pemilihan melalui DPRD praktis lebih hemat. Meski demikian, jika gagasan penyelenggaraan pemilu kada serentak diterapkan, sudah barang tentu bisa menekan biaya seminimal mungkin. Hanya saja pemilu kada serentak membutuhkan masa transisi dan harus menghindari kampanye terbuka. 

Namun pada sisi lain,  pemilihan  gubernur oleh DPRD, pun bukan jaminan  dana yang dikeluarkan  calon gubenur yang maju makin sedikit. Bahkan, juga tetap memiliki potensi terjadi suap. Pasalnya, para calon akan mendekati fraksi-fraksi di DPRD untuk mendapatkan perahu mencalonkan diri.
Bisa jadi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan perahu itu lebih besar daripada mengikuti pemilihan langsung.
Para partai politik yang berhak mengajukan calon gubernur,  tidak tertutup kemungkinan akan memanfaatkan pemilihan gubernur ini untuk memperoleh dana besar.
Memang diakuinya,  potensi konflik setelah pilkada juga harus dipertimbangkan. Kenyataannya sejumlah pilkada di Indonesia justru menimbulkan konflik di daerah.
Oleh karena itu sebelum,  Pemerintah dan DPRRI membahas draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda),  dimana pemerintah mengusulkan penghapusan usulan pemilihan langsung akan lebih baik terlebih dahulu menyerap aspirasi lapisan masyarakat dan pemerintah di daerah .
“Aspirasi masyarakat dan pemerintah di daerah sangat penting diserap untuk menentukan mekanisme pilgub.




Dilihat dari legitimasi hukum

Dari segi penyalahgunaan kekuasaan, pemilihan melalui DPRD jelas tidak menimbulkan permasalahan. Di lain pihak, penyalahgunaan kekuasaan juga dapat diminimalisasi pada pemilu kada langsung jika dipersyaratkan bahwa calon 'tidak sedang menduduki jabatan sebagai kepala/wakil kepala daerah'. Persyaratan tersebut tidak secara eksplisit membatasi hak individu, tetapi menekankan pada kewajiban jabatan untuk tidak dimanfaatkan bagi kepentingan pemenuhan hak individu. Ini berarti bahwa persoalan pengunduran diri atau cuti sampai penghitungan suara adalah konsekuensi yang diputuskan calon sendiri atau setidak-tidaknya cukup diatur secara eksplisit dalam peraturan di bawah undang-undang. 
Pemilihan langsung merupakan implementasi dari pelaksanaan demokrasi yang nyata.

Kekurangan (mungkin kelemahan) Pemilu Langsung -- kasus di Indonesia :
1. Biaya sangat mahal (menyedot anggaran negara sangat besar); padahal di saat negara dalam keadaan krisis, uang negara (APBN/APBD) itu bisa dimanfaatkan untuk membangun baru atau rehabilitasi infrastruktur bagi kemaslahatan masyarakat.

2. Masih banyak kendala distribusi kelengkapan pemilu (misal surat suara, kotak suara, dsb) terutama untuk daerah permukiman penduduk (para calon pemilih) di daerah "terpencil," seperti di kepulauan yang sulit dijangkau. Hal ini juga membutuhkan biaya besar dan mempengaruhi kualitas pemilu.

3. Rawan konflik horizontal dan vertikal terutama di kalangan para pendukung partai/dan atau calon tertentu, baik semasa kampanye, masa pemilihan/penghitungan suara; atau saat penetapan pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kasus sering terjadi kantor KPU diserang massa pendukung calon/partai tertentu.

Kelebihan (mungkin kekuatan) Pemilu Langsung :

1. Hasil pemilu mempunyai kekuatan yang "lebih mengikat" antara pemenang dengan pemilih. Di sini harus diabaikan kemungkinan para pemenang (misal anggota DPR, atau bupati) terus lupa terhadap para konstituen (pemilih) / rakyatnya.

2. Menunjukkan pelaksanaan demokratisasi bisa berjalan dengan baik. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani "democratos" yang berarti "dari rakyat untuk rakyat."
Indonesia adalah negara "demokrasi" terbesar di dunia, bila ditinjau dari segi jumlah pemilih dan intensitas pemilu; mulai dari pemilu legislatif (DPR RI / DPRD I / DPR D II); pemilu Presiden, pemilu gubernur, dan pemilu bupati/walikota.

kekurangan pemilu langsung: klo yg sy liat sih, orang2 yg belum melek politik bs dgn mudah disogok utk memilih/mencoblos salah satu kandidat.
kelebihannya: yg pasti sang pemenang pemilu dpt mrasa bahwa dialah pilihan rakyat (legitimasi di mata rakyat lbih kuat)
salah satu buah reformasi yang secara signifikan mengubah pola kehidupan demokrasi bangsa Indonesia adalah penerapan sistem pemilihan langsung kepala daerah. Pilihan berdemokrasi secara langsung ternyata tidaklah mudah diterapkan. Pemilu kada hampir selalu menimbulkan konflik; terhadap sebagian dapat diselesaikan melalui prosedur hukum, tetapi sebagian tidak jarang berdampak komunal, vertikal, dan atau horizontal. 
Untuk sebagian, konflik disebabkan ketidaksiapan elite politik menerima kekalahan, tetapi sebagian besar karena politik uang maupun kecurangan incumbent. Yang terakhir ini umumnya berupa penyalahgunaan fasilitas, dana, dan kepegawaian termasuk penyelenggara pemilu.
Karena itu, pemilu kada langsung yang menghabiskan biaya yang cukup besar berubah menjadi ajang pemilihan 'pemimpin berduit'.
Akibatnya, kepala daerah terpilih cenderung menjadi penguasa zalim yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan tim sukses dan pengembalian modal. Pada gilirannya, masyarakat mulai jenuh dan tidak percaya pada sistem demokrasi. 
Fenomena seperti diuraikan tersebut memunculkan wacana pemilihan gubernur melalui DPRD provinsi, seperti yang pernah dipraktikkan pada masa lalu, dengan penyesuaian seperlunya. Wacana tersebut perlu dibahas dalam rangka penyusunan RUU Pemilu Kada. 
Ditinjau dari sudut konflik, harus diakui bahwa pemilu kada langsung lebih banyak menimbulkan konflik komunal yang cenderung anarkistis. Di lain pihak, pemilihan gubernur melalui DPRD tidak serta-merta tanpa konflik. Pemilihan Gubernur NTB tahun 1998, misalnya, melahirkan konflik etnis yang cukup panas. Lebih dari itu, konflik komunal yang anarkistis telah menjadi 'merek' bangsa kita dan mencakup berbagai aspek karena akar permasalahannya bersumber dari kondisi sosial ekonomi bersamaan dengan lemahnya sistem politik. Karena itu, saya menduga kelemahan-kelemahan dalam pemilu kada langsung hanyalah akselerator politik yang menunggu trigger bagi terjadinya konflik yang bukan tidak mungkin juga bisa 'dibakar' oleh kecurangan akibat pemilihan melalui DPRD.
Ditinjau dari sudut konflik, harus diakui bahwa pemilu kada langsung lebih banyak menimbulkan konflik komunal yang cenderung anarkistis. Di lain pihak, pemilihan gubernur melalui DPRD tidak serta-merta tanpa konflik. Pemilihan Gubernur NTB tahun 1998, misalnya, melahirkan konflik etnis yang cukup panas. Lebih dari itu, konflik komunal yang anarkistis telah menjadi 'merek' bangsa kita dan mencakup berbagai aspek karena akar permasalahannya bersumber dari kondisi sosial ekonomi bersamaan dengan lemahnya sistem politik. Karena itu, saya menduga kelemahan-kelemahan dalam pemilu kada langsung hanyalah akselerator politik yang menunggu trigger bagi terjadinya konflik yang bukan tidak mungkin juga bisa 'dibakar' oleh kecurangan akibat pemilihan melalui DPRD.
Semoga dapat bermanfaat untuk teman-teman yang membutuhkannya sebaga referensi untuk menambah wawasannya.

Adapun Pemilu tidak langsung adalah pemilu yang dilaksanakan oleh para anggota perwakilan di lembaga perwakilan (parlemen). Para pemilih dalam memberikan suara bisa secara langsung (voting) atau melalui mufakat musyawarah; tergantung kesepakatan bersama.
Pemilu tidak langsung memungkinkan untuk memilih misalnya presiden, gubernur, bupati/walikota, atau Ketua RW (di Jakarta).

Kekurangan (mungkin kelemahan) Pemilu Langsung -- kasus di Indonesia :

1. Biaya sangat mahal (menyedot anggaran negara sangat besar); padahal di saat negara dalam keadaan krisis, uang negara (APBN/APBD) itu bisa dimanfaatkan untuk membangun baru atau rehabilitasi infrastruktur bagi kemaslahatan masyarakat.

2. Masih banyak kendala distribusi kelengkapan pemilu (misal surat suara, kotak suara, dsb) terutama untuk daerah permukiman penduduk (para calon pemilih) di daerah "terpencil," seperti di kepulauan yang sulit dijangkau. Hal ini juga membutuhkan biaya besar dan mempengaruhi kualitas pemilu.

3. Rawan konflik horizontal dan vertikal terutama di kalangan para pendukung partai/dan atau calon tertentu, baik semasa kampanye, masa pemilihan/penghitungan suara; atau saat penetapan pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kasus sering terjadi kantor KPU diserang massa pendukung calon/partai tertentu.


Kelebihan (mungkin kekuatan) Pemilu Langsung :

1. Hasil pemilu mempunyai kekuatan yang "lebih mengikat" antara pemenang dengan pemilih. Di sini harus diabaikan kemungkinan para pemenang (misal anggota DPR, atau bupati) terus lupa terhadap para konstituen (pemilih) / rakyatnya.

2. Menunjukkan pelaksanaan demokratisasi bisa berjalan dengan baik. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani "democratos" yang berarti "dari rakyat untuk rakyat."
Indonesia adalah negara "demokrasi" terbesar di dunia, bila ditinjau dari segi jumlah pemilih dan intensitas pemilu; mulai dari pemilu legislatif (DPR RI / DPRD I / DPR D II); pemilu Presiden, pemilu gubernur, dan pemilu bupati/walikota.
Hitunglah, berapa jumlah provinsi dan jumlah kabupaten/kota di Indonesia.

pemilu langsung itu, yg milih rakyat langsung, tp klo pemilu tdk langsung, yg milihnya adalah wakil kita di parlemen (DPR) ky jaman ORBA dulu.
kekurangan pemilu langsung: klo yg sy liat sih, orang2 yg belum melek politik bs dgn mudah disogok utk memilih/mencoblos salah satu kandidat.
kelebihannya: yg pasti sang pemenang pemilu dpt mrasa bahwa dialah pilihan rakyat (legitimasi di mata rakyat lbih kuat)



salah satu buah reformasi yang secara signifikan mengubah pola kehidupan demokrasi bangsa Indonesia adalah penerapan sistem pemilihan langsung kepala daerah. Pilihan berdemokrasi secara langsung ternyata tidaklah mudah diterapkan. Pemilu kada hampir selalu menimbulkan konflik; terhadap sebagian dapat diselesaikan melalui prosedur hukum, tetapi sebagian tidak jarang berdampak komunal, vertikal, dan atau horizontal.

Untuk sebagian, konflik disebabkan ketidaksiapan elite politik menerima kekalahan, tetapi sebagian besar karena politik uang maupun kecurangan incumbent. Yang terakhir ini umumnya berupa penyalahgunaan fasilitas, dana, dan kepegawaian termasuk penyelenggara pemilu.
Karena itu, pemilu kada langsung yang menghabiskan biaya yang cukup besar berubah menjadi ajang pemilihan 'pemimpin berduit'.

Akibatnya, kepala daerah terpilih cenderung menjadi penguasa zalim yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan tim sukses dan pengembalian modal. Pada gilirannya, masyarakat mulai jenuh dan tidak percaya pada sistem demokrasi.

Fenomena seperti diuraikan tersebut memunculkan wacana pemilihan gubernur melalui DPRD provinsi, seperti yang pernah dipraktikkan pada masa lalu, dengan penyesuaian seperlunya. Wacana tersebut perlu dibahas dalam rangka penyusunan RUU Pemilu Kada.


Menimbang langsung atau tidak langsung

Pemilu kada langsung ataupun tidak langsung memiliki kelebihan dan kekurangan. Ditinjau dari sudut konflik, harus diakui bahwa pemilu kada langsung lebih banyak menimbulkan konflik komunal yang cenderung anarkistis. Di lain pihak, pemilihan gubernur melalui DPRD tidak serta-merta tanpa konflik. Pemilihan Gubernur NTB tahun 1998, misalnya, melahirkan konflik etnis yang cukup panas. Lebih dari itu, konflik komunal yang anarkistis telah menjadi 'merek' bangsa kita dan mencakup berbagai aspek karena akar permasalahannya bersumber dari kondisi sosial ekonomi bersamaan dengan lemahnya sistem politik. Karena itu, saya menduga kelemahan-kelemahan dalam pemilu kada langsung hanyalah akselerator politik yang menunggu trigger bagi terjadinya konflik yang bukan tidak mungkin juga bisa 'dibakar' oleh kecurangan akibat pemilihan melalui DPRD.

Ditinjau dari sudut pembiayaan, pemilihan melalui DPRD praktis lebih hemat. Meski demikian, jika gagasan penyelenggaraan pemilu kada serentak diterapkan, sudah barang tentu bisa menekan biaya seminimal mungkin. Hanya saja pemilu kada serentak membutuhkan masa transisi dan harus menghindari kampanye terbuka.

Perlu dicatat bahwa kemahalan biaya pemilu kada tidak terlepas dari regulasi yang rancu/multitafsir, mulai dari inventarisasi pemilih dan rekrutmen calon sampai kampanye dan pemungutan suara. Biaya calon harus dibatasi dan dikontrol secara ketat, terutama anggaran belanja yang seharusnya proporsional dengan pendapatan asli daerah. Jelas, bahwa figur yang telah dikenal dan memiliki integritas dan rekam jejak yang diakui masyarakat luas laku 'dijual' dengan biaya yang relatif lebih murah. Penghematan juga bisa dilakukan melalui penerapan teknologi terpadu (ICT system) yang meskipun mahal pada tahap pertama, relatif murah untuk pemakaian berikutnya.

Dari segi penyalahgunaan kekuasaan, pemilihan melalui DPRD jelas tidak menimbulkan permasalahan. Di lain pihak, penyalahgunaan kekuasaan juga dapat diminimalisasi pada pemilu kada langsung jika dipersyaratkan bahwa calon 'tidak sedang menduduki jabatan sebagai kepala/wakil kepala daerah'. Persyaratan tersebut tidak secara eksplisit membatasi hak individu, tetapi menekankan pada kewajiban jabatan untuk tidak dimanfaatkan bagi kepentingan pemenuhan hak individu. Ini berarti bahwa persoalan pengunduran diri atau cuti sampai penghitungan suara adalah konsekuensi yang diputuskan calon sendiri atau setidak-tidaknya cukup diatur secara eksplisit dalam peraturan di bawah undang-undang.

Wacana pemilihan gubernur melalui DPRD boleh jadi dipertimbangkan sebagai jalan keluar dari praktik money politic. Namun di beberapa daerah, ternyata telah beredar 'harga' pasaran bahwa setiap anggota DPRD provinsi siap 'menjual' suara dengan nilai antara Rp1,25 miliar-Rp1,5 miliar. Ancaman di-recall oleh partai tidak menyurutkan semangat mereka, karena jumlah uang tersebut lebih besar daripada total penghasilan selama sisa masa keanggotaan. Sikap tersebut bahkan dengan lantang dipublikasikan dengan alasan sebagai 'dana aspirasi(?)'. Jika ditambah biaya partai, seorang calon harus menyiapkan lebih dari Rp50 miliar yang kelak harus dibayar kembali dengan kekuasaan selama masa jabatan. Ini berarti bahwa jabatan gubernur hanya mungkin diduduki orang berduit atau yang dimodali pengusaha.

Permainan 'mata' dalam penyusunan RAPBD sudah mulai tercium. Pada beberapa provinsi, untuk setiap anggota DPRD dialokasikan anggaran 'dana aspirasi' mencapai Rp1 miliar per tahun, diduga sebagai 'panjar' oleh incumbent yang bakal maju lagi dalam pemilihan gubernur periode berikutnya.

Mengungkap praktik money politic melalui anggota DPRD jauh lebih rumit jika dibandingkan yang dibagi kepada rakyat. Yang pertama tergolong tindak pidana korupsi (suap-menyuap) yang pelakunya sama-sama berpendidikan dan cerdik dalam merancang modus. Sebaliknya, mengungkap money politic melalui rakyat relatif lebih mudah karena massal dan penerimanya tidak dikenai sanksi pidana, tetapi pelanggarannya secara masif dan terstruktur semestinya dapat menggugurkan pencalonan.


Pilihan politik bangsa

Mekanisme pemilihan gubernur melalui DPRD benar lebih efisien, tetapi pada akhirnya kesejahteraan rakyat termasuk moral bangsa menjadi taruhannya karena pemimpin yang terpilih cukup bermodalkan uang walau tidak berkualitas, bermoral, dan dikenal rakyatnya sendiri. Sebaliknya, pemilu kada langsung memang membutuhkan biaya penyelenggaraan yang cukup besar, tetapi dapat ditekan dengan pembuatan aturan main yang rigid. Kecurangan dari incumbent juga dapat diminimalisasi jika persyaratan calon ditentukan tidak sedang menduduki jabatan sebagai kepala/wakil kepala daerah. Pemilihan calon gubernur sebagai wakil pemerintah mempersyaratkan persetujuan presiden dengan parameter kapabilitas dan survei akseptabilitas oleh lembaga independen.

Selain sebagai media investasi pendidikan politik, pemilu kada langsung dapat diperbaiki dengan regulasi yang jelas, pasti, dan lengkap terutama strategi pengawasan dan penindakan money politic. Lembaga pengawas harus diperkuat dengan melibatkan para anggota Polri sebagai pengamat lapangan dan menunjuk lembaga peradilan pemilu yang mengerucut pada Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan akhir.

Pada akhirnya, pilihan menentukan pemilihan gubernur secara langsung atau tidak langsung merupakan kesepakatan politik untuk meminimalisasi kelemahan dari mekanisme yang dipilih. Namun, wacana untuk mengembalikan ke mekanisme DPRD perlu dipertimbangkan lebih matang karena dikhawatirkan menjadi pilihan buruk (set back) yang justru menafikan nilai-nilai demokrasi yang telah menjadi pilihan politik bangsa kita sejak digulirkannya gerakan reformasi nasional selama ini.
Oleh: Farouk Muhammad, Anggota Dewan Perwakilan Daerah

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ZONA INFORMASI PENDIDIKAN KESEHATAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger